KAJIAN
STILISTIKA CERPEN AKU DATANG BERSAMA LAUTAN KARYA FIRMAN VENAYAKSA
Oleh :
NAMA : MUSHAITIR
PRODI
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
NAHDLATUL WATHAN MATARAM
2011-2012
BAB I
PENGANTAR
1.1
LatarBelakang
Karya sastra adalah karya yang dibuat oleh pengarang atau
sastrawan. Tujuannya adalah memberi kesan dan menghibur kepada pembacanya.
Sebuah karya sastra tidak akan terlepas dari fiksionalitasnya yang menceritakan
berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan
sesama interaksinya dengan diri sendiri, serta interaksinya dengan Tuhan.
Selain itu, karya sastra juga memiliki tujuan estetik, sebuah karya haruslah
tetap merupakan cerita yang menarik, memiliki bangunan struktur yang koheren
dan bernilai estetis.
Karya sastra merupakan paduan antar unsur memetik dan
kreasi, peniruan dan kreativitas, khayalan dan relitas. Pengarang atau
sastrawan, dalam membuat karya sastra dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Beberapa faktor tersebut diantaranya dalah pengalaman pengarang seperti yang
telah disebutkan di atas. Kemudian realitas yang ada dan hidup di sekitar
pengarang menjadi stimulus yang sangat besar dan memungkinkan seorang pengarang
membuat karya sastra. Plato juga mengungkapkan bahwa sastra dan seni hanya
peniruan atau pencerminan dari kenyataan, maka ia berada di bawah kenyataan itu
sendiri. Berbeda dengan apa yang diungkapkan oleh Aristoteles bahwa dalam proses
penciptaan, sastrawan tidak semata-mata meniru kenyataan, tetapi juga
menciptakan dunia baru dengan kekuatan kreatifitasnya.
Fiksi juga menceritakan berbagai masalah kehidupan
manusia dalam interaksinya dengan lingkungan, dengan diri sendiri, dan dengan
Tuhan. Fiksi merupakan hasil dialog, kontemplasi, dan reaksi pengarang terhadap
lingkungan dan kehidupan. Oleh karena itu, fiksi merupakan sebuah cerita yang
tidak hanya bertujuan estetik, tetapi juga memberikan hiburan kepada
pembaca. Melalui sarana cerita itu pembaca secara tak langsung dapat belajar,
merasakan, dan menghayati berbagai permasalahan kehidupan yang sengaja
ditawarkan oleh pengarang. Hal itu disebabkan cerita fiksi tersebut akan
mendorong pembaca ikut merenungkan masalah hidup dan kehidupan.
Salah satu bentuk karya sastra yang
berupa fiksi itu adalah cerpen. Cerpen, sesuai dengan namanya, adalah cerita
yang pendek. Jassin dalam Nurgiyantoro (2000:10) mengatakan bahwa cerpen adalah
sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk. Karena bentuknya yang
pendek, cerpen menuntut penceritaan yang serba ringkas, tidak sampai pada
detil-detil khusus yang lebih bersifat memperpanjang cerita.
Cerpen merupakan jenis karya sastra yang paling banyak
dibaca orang dengan pemahaman yang cukup memadai. Cerpen banyak menggunakan
bahasa yang lugas dan mengacu pada makna denotatif sehingga lebih bersifat
transparan. Namun adapula cerpen yang tidak transparan, bersifat prismatis dan
penuh dengan perlambangan. Menurut Hendy (1989:184) cerpen memiliki beberapa ciri,
yaitu: panjang kisahannya lebih singkat daripada novel, alur ceritanya rapat,
berfokus pada satu klimaks, memusatkan cerita pada tokoh tertentu, waktu
tertentu, dan situasi tertentu, sifat tikaiannya dramatik, yaitu berintikan
pada perbenturan yang berlawanan, dan tokoh-tokoh di dalamnya ditampilkan pada
suatu latar atau latar belakang melalui lakuan dalam satu situasi.
Ada pun ke_tertarikan dalam menganalisis yang cerpen Aku
Datang Bersama Lautan. Seorang pengarang lebih banyak menggunakan gaya bahasa
untuk menceritakan suatu kejadian yang terjadi pada saat itu. Seorang pengarang
mampu menciptakan nilai estetik yang terdapat pada cerpen Aku Datang Bersama
Lautan. Sehingga terdapat suatu pola unsur gaya bahasanya. Kajian stilistika
terhadap cerpen tersebutyang membahas tentang bagaimana unsur gaya bahasa,
Diksi, dan pemanfaatan bahasa yang digunakan oleh pengarng.
Cerpen Aku Datang Bersama Lautan merupan sebuah karya
sastra yang di ambil dari segi realita
yang trjadi disuatu tempat yaitu di daerah Aceh. Pengarang mampu menciptakan
sebuah karya sastra dalam bentuk cerpen dan di padukan dengan unsur estetiknya.
Seorang pengarang juga telah mampu menciptakan nilai moral yang terkandung
dalam cerpen Aku Datang Bersama Lautan.
1.2 Masalah
Beradasar
pemaparan di atas dapat ditentukan rumusan masalah yang terdapat dalam kajian
analaisis stilistika dalam cerpen tersebut yakni:
Bagaimana
kajian stilistika terhadap cerpen Aku Datang Bersama Lautan yang disertai
dengan unsur gaya bahasa dan diksi yang mampu menciptakan nilai estetik yang terkandung dalam cerpen tersebut.
Serta kejelasan mengenai pengauruh pengarang dalam menciptakan karya sastra
dengan berbagai kajian terutama dari segi penggunaan bahasa daerah, penggunaan
bahasa asing, pemanfaatan sinonim, pemanfaatan bentuk ulang, pemendekan kata,
dan penyimpangan bentuk dasar.
1.3 Tujuan
Adapun
tujan analisi cerpen tersebut yakni:
Untuk
mengetahui kajian stilistika terhadap cerpen Aku Datang Bersama Lautan yang
disertai dengan unsur gaya bahasa dan diksi yang mampu menciptakan nilai estetik yang terkandung dalam cerpen
tersebut.Sehinngga seorang pembanca dapat mengetahui unsur yang terkandung dalam karya sastra, terutama
pada sebuah cerpen Aku Datang Bersama Lautan. . Serta kejelasan mengenai
pengauruh pengarang dalam menciptakan karya sastra dengan berbagai kajian
terutama dari segi penggunaan bahasa daerah, penggunaan bahasa asing,
pemanfaatan sinonim, pemanfaatan bentuk ulang, pemendekan kata, dan
penyimpangan bentuk dasar.
1.4 Landasan Teori
I. Stilistika
Pengertian stilistika, banyak para ahli bahasa
mengemukakan teorinya. Kridalaksana (1983 : 15) menyatakan bahwa (1) stilistika
adalah ilmu yang menyelediki bahasa yang dipergunakan dalam karya sastra; ilmu
interdisipliner antara linguistik dengan kesusasatraan; (2) penerangan
linguistik pada penelitian gaya bahasa. Di sini didapatkan beberapa konsep
stilistika antara lain; stilistika sebagai ilmu yang menyelidiki bahasa dalam
sastra, stilistika ilmu interdisipliner antara linguistik dengan kesusastraan,
serta penerangan linguistik pada penelitian gaya bahasa. Dengan demikian,
stilistika tidak hanya untuk meneliti puisi saja karena stilistika menyelidiki
bahasa yang ada dalam karya sastra, sedangkan karya sastra tidak hanya puisi
saja.
Stilistika juga mengandung pengertian pengetahuan tentang
kata berjiwa (Slamet muljana, 1956 : 4). Kata berjiwa adalah kata yang
dipergunakan dalam cipta sastra yang mengandung perasaan pengarangnya. Dari
pengertian ini diperoleh sebuah pemahaman bahwa kata berjiwa sangat erat kaitrannya
dengan perasaan pengarangnya dalam mencipta karya sastra. Dalam hal ini,
pengarang akan benar-benar mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata yang
telah diresapi jiwanya sehingga dapat diproduksi sebuah karya sastra yang
mencerminkan perasaan pengarangnya. Kemudian ini menjadi tugas stilistika
untuk membeberkan pemakaian susun kata
dalam kalimat kepada pembacanya. Penempatan kata dalam kalimat menyebabkan gaya
kalimat, di samping ketepatan pemilihan kata, memegang peranan penting dalam
ciptaan sastra (Slametmuljana, 1956 : 5). Berdasarkan teori dari Slametmuljana
di atas diperoleh sebuah pemahaman bahwa tugas stilistika adalah menjabarkan
kesan kata-kata yang dipakai seorang pengarang dalam karya sastranya. Kesan ini
akan dimiliki oleh setiap pembaca ketika atau pada saat membaca karya sastra
yang memakai susun kata tertentu dari penulis karya sastra. Kesan ketika
membaca karya sastra dengan kata-kata yang telah dipilih oleh pengarang akan
tersimpan dalam ingatan pembaca karena ada penggunaaan kata-kata yang menarik
bagi pembaca.
Stilistika sebagai studi sumber-sumber ekspresif bahasa
yang dibicarakan dan mengeluarkan dari dalamnya studi bahasa sastra yang
diorganisasikan untuk tujuan estetik (Pradopo, 1994, 2005 : 2). Ini mengandung penelitian bahwa bahasa di
seluruh dunia ini sumber-sumber ekspresif dari para pengarang atau pengguna
bahasa pada umumnya. Jika dipakai dalam sebuah karya sastra, maka bahasa
sebagai alat ekspresi bagi pengarang dan ini dipakai untuk tujuan estetik atau
memiliki nilai keindahan.
II. Objek Kajian Stilistika
Secara umum, lingkup telaah stilistika mencangkupi diksi
atau pilihan kata (pilihan leksikal), struktur kalimat, majas, citraan, pola
rima, dan mantra yang digunakan seorang sastrawan atau yang terdapat dalam
karya sastra (Sujiman 1993 : 13). Disamping
itu kajian stilitika dilakukan dengan mengkaji berbagai bentuk dan tanda-tanda
kebahasaan yang digunakan dalam seperti yang digunakan seperti yang terlihat
dalam setruktur lahir. Tanda-tanda kebahasaan itu sendiri dapat berupa unsur
fonologi, unsur leksikal, unsur sintaksis, dan unsur bahasa figuratif
(Nurgiyantoro 1995 : 280). Aspek gaya bahasa meliputi, bunyi, kata, dan
kalimat. Bunyi meliputi asosiasi, alitrasi, pola persajakan, orkestrasi dan
iramanya, kata meliputi aspek morfologi, sematik dan etimologi, dan kalimat
meliputi gaya kalimat dan sarana retorika (Pradopo, 1991 : 4). Gaya bahasa yang
baik harus mengandung tiga dimensi yaitu, kejujuran, sopan santun, dan menarik
(Keraf, 2002 : 113). Kejujuran dalam bahasa berarti kita mengikuti
aturan-aturan, kaidah-kaidah yang baik dan benar dalam berbahasa. Pemakaian
kata yang kabur dan tak terarah, serta penggunaan kaliamat yang berbelit-belit
adalah jalan untuk mengundang ketidak jujuran. Sopan santun dalam bahasa
berarti kita memberi penghargaan atau menghormati orang yang diajak berbicara,
khususnya pendengar atau pembaca. Menarik dalam bahasa dapat diukur melalui
komponen: variasi, humor yang sehat, pengertian yang baik, tenaga hidup dan
penuh daya khayal imajinasi. Cara mengungkapkan diri dalam bentuk gaya bahasa
itu dapat meliputi setiap aspek bahasa, pemilihan kata-kata, penggunaan kiasan,
susunan kalimat, nada dan sebagainya (Dick Hartoko dalam pradopo, 1994 : 4).
Begitu juga dikemukakan oleh Abram (dalam Pradopo, 1994 : 4) bahwa gaya bahasa
suatu karya sastra dapat dianalisis dalam hal diksi atau pilihan kata, susunan
kalimat dan sintaksis, kepadatan dan tipe-tipe bahasa kiasannya, pola-pola
ritmenya, komponen bunyi, ciri-ciri formal lain dan tujuan serta sasaran
retorisnya.
III. Pengertian
Diksi
Pilihan
kata merupakan hasil yang diperoleh para leksigraf yang berusaha merekam sebuah
kata, bukannya menentukan makna sebuah kata supaya digunakan para pemakainya.
Pemilihan kata mengacu pada pengertian penggunaan kata-kata tertentu yang
sengaja dipilih dan digunakan oleh pengarang (Keraf, 2002 : 76). Mengingat
bahwa karya fiksi (sastra) adalah dunia dalam kata, komunikasi dilakukan dan
ditafsirkan lewat kata-kata. Pemilihan kata-kata tentunya melalui
pertimbangan-pertimbangan tertentu untuk mendapatkan efek yang dikehendaki
(Nurgiyantoro 1998 : 290).
Masalah
pemilihan kata menurut Champan (dalam Nurgiyantoro 1998 : 290) dapat melalui
pertimbangan-pertimbangan formal tertentu. Pertama, pertimbangan fonologis,
misalnya kepentingan alitrasi, irama, dan efek bunyi tertentu. Kedua
pertimbangan dari segi metode, bentuk, dan makna yang dipergunakan sebagai
sarana mengkonsentrasikan gagasan. Dalam
hal ini, faktor personal pengarang untuk memilih kata-kata yang paling menarik
perhatiannya berperan penting. Pengarang dapat saja memilih kata atau ungkapan
tertentu sebagai siasat untuk mencapai efek yang diinginkan. Persoalan diksi
dan pilihan kata bukanlah persoalan yang sederhana. Ketepatan pemilihan kata
atau diksi untuk mengungkapkan suatu gagasan diharapkan fungsi yang diperoleh
akan sesuai tujuan yang ingin dicapai.
Istilah diksi digunakan untuk menyatakan kata-kata yang
dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, yang meliputi persoalan,
fraseologi, gaya bahasa dan ungkapan (Keraf, 2002 : 23). Dengan demikian,
persoalan diksi sebenarnya jauh lebih luas dari apa yang dipantulkan oleh
jalinan kata-kata itu, karena tidak sekedar untuk memilih kata-kata mana yang
dipilih untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi menyangkut masalah
frase, gaya bahasa dan uangkapan.
IV. Pengertian Gaya
Secara umum, gaya adalah cara mengungkapkan diri sendiri,
entah melalui bahasa, tingkah laku, dan sebagainya (Keraf, 2002 : 113). Dengan
demikian, segala perbuatan manusia dapat dipergunakan untuk mengetahui siapakah
dia sebenarnaya atau segala perbuatan dapat memberikan gambaran sendiri. Dalam
hubungan dengan karya sastra, terdapat berbagai pengertian atau pendapat
tentang gaya yang sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pengertian tersebut.
Istilah gaya berpadanan dengan istilah stylos (Aminuddin 1995 : 1).
Secara umum makna stylus adalah bentuk arsitektur, yang memiliki ciri sesuai dengan karaktristik
ruang dan waktu. Semantara itu kata stylus bermakna alat untuk menulis
sesuai dengan cara yang digunakan oleh penulisnya. Terdapat dimensi bentuk dan
cara tersebut menyebabkan istilah style selain dikatagorikan sebagai
nomina juga dikatagorikan sebagai verba. Secara etimologis stylistis berhubungan
dengan kata style, artinya gaya, sedangkan stylistics dapat
diterjemahkan ilmu tentang gaya. Gaya ialah cara pengungkapan dalam tulisan
atau ujaran; penyeleksian ungkapan yang khas, cara yang khas dalam
mengungkapkan pikiran melalui kata-kata yang runtut atau kiasan yang berbeda
kesannya bila diungkapkan dengan cara yang lain
dan juga lebih menekankan pada pengolahan bahasa sebagai media yang
akan berubah menjadi karya sastra.
Enkvist (dalam Aminudin 1995 : 28) memberikan definisi style,
antara lain: 1) bungkus yang membungkus inti pemikiran atau pertanyaan yang
telah ada sebelumnya; 2) pilihan antara
berbagai pernyataan yang mungkin; 3)
sekumpulan ciri pribadi; 4) penyimpangan
dari pada norma atau kaidah, dan 5) hubungan antar satuan bahasa yang
dinyatakan dalam teks yang lebih luas dari pada sebuah ayat. Pada masa Renaissance style diartikan
sebagai cara menyusun dan menggambarkan sesuatu secara tepat dan mendalam
sehingga dapat menampilkan nilai keindahan tertentu sesuai dengan impresi dan
tujuan pemaparannya (Aminuddin 1995 : 31). Pada masa neoklasik, style diartikan
sebagai bentuk penggungkapan ekspresi kebahasaan sesuai dengan kedalaman emosi
dan sesuatu yang ingin di refleksikan pengarang secara tidak langsung. Dalam
karya sastra istilah gaya atau style mengandung pengertian cara seorang
pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah
dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh
daya intelektual dan emosi pembaca (Aminuddin, 1995 : 72).
Gaya sebagai hiasan, sebagai sesuatu yang suci, sebagai
sesuatu yang indah dan lemah gemulai serta sebagai perwujudan manusia itu sendiri
(Salbach dalam Aminuddin 1995 : 72).
Sebenarnya gaya bahasa, secara intitutif pada umumnya telah dimengerti.
Akan tetapi, sukar membuat batasan dan merumuskan pengertiannya tentang gaya
bahasa. Ada bermacam-macam batasan dan pengertian mengenai gaya bahasa. Gaya
bahasa merupakan cara penggunaan bahasa secara khusus untuk mendapatkan fungsi
tertentu. Dalam karya sastra yang efektif tentu ada fungsi estetik yang
menyebabkan karya yang bersangkutan bernilai seni.
Nilai seni dalam karya sastra disebabkan oleh adanya gaya bahasa dan fungsi lain yang
menyebabkan karya sastra menjadi indah seperti adanya gaya bercerita atau pun
penyusunan alurnya. Dalam mempergunakan bahasa untuk melantunkan gagasannya,
penyair tentu saja memiliki pertimbangan di dalam mendayagunakan gaya bahasa.
Dengan demikian, penyair mestinya mempunyai tujuan tertentu dalam hal itu. Ia
mempergunakan gaya bahasa tertentu, bisa jadi merupakan suatu upaya guna
menguatkan maksud yang disampaikanya. Kemampuan dalam mengolah dan mendayagunakan
gaya bahasa menentukan berhasiltidaknya suatu karya sastra. Gaya bahasa
merupakan penggunaan bahasa secara khusus untuk mendapatkan nilai seni. Hal ini
seperti dikemukakan oleh Dick Hartoko dan Rahmanto (1986 : 137) bahwa gaya
bahasa adalah cara yang khas dipakai seseorang untuk mengungkapkan diri (gaya
pribadi). Dikemukakan oleh Slamet Muljana, bahwa gaya bahasa itu susunan
perkataan yang terjadi karena perasaan dalam hati pengarang dengan sengaja atau
tidak, menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca. Selanjutnya
dikatakan bahwa gaya bahasa itu selalu subjektif dan tidak akan objektif. Gaya
bahasa adalah cara mengekspresikan bahasa dalam prosa ataupun puisi. Gaya
bahasa adalah bagaimana seorang penulis berkata mengenai apa pun yang dikatakan
(Abram dalam pradopo 1994 : 190).
Begitu juga dikemukakan Harimurti (1983 : 49-50) salah satu pengertiannya
adalah pemanfaatannya atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau
menulis; lebih khusus adalah pemakaian ragam bahasa tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, dan
lebih luasnya gaya bahasa itu merupakan keseluruan ciri-ciri bahasa sekelompok
penulis sastra. Dilihat dari segi bahasanya bahwa gaya bahasa adalah cara
menggunakan bahasa itu, dengan demikian Keraf (2002 : 113) memberi batasan
bahawa style atau gaya bahasa adalah cara mengungkapakan pikiran melalui
bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis. Gaya
bahasa dalam arti umum adalah penggunaan bahasa sebagai media komunikasi secara
khusus, yaitu penggunaan bahasa secara beragam dengan tujuan untuk
ekspresivitas, menarik perhatian atau untuk membuka pesona (Pradopo 1994 :
139). Gaya bahasa menurut Tarigan (1986 : 5) adalah bahasa indah yang
dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta
memperbandingkan suatu benda atau hal lain yang lebih umum. Pendek kata,
penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan konotasi
tertentu (Dale dalam Tarigan 1985 : 5). Gaya bahasa adalah penggunaan bahasa
yang khas dan dapat diidentifikasi melalui pemakaian bahasa yang menyimpang
dari penggunaan bahasa sehari-hari atau yang lebih dikenal sebagai bahasa khas
dalam wacana sastra. Penyimpangan penggunaan bahasa biasanya berupa
penyimpangan terhadap kaidah bahasa, banyaknya pemakaian bahasa daerah,
pemakaian bahasa asing, pemakaian unsurunsur daerah dan unsur-unsur asing.
Sekarang ini sudah banyak ditemukan gejala penggunaan bahasa yang menyimpang
dalam karya sastra. Penyimpangan tersebut seperti banyaknya penggunaan bahasa
daerah dalam khasanah novel Indonesia. Kecenderungan pemakaian bahasa tersebut
untuk memunculkan warana daerah atau untuk memperoleh tujuan tertentu. Warna
daerah atau warna lokal menurut Abram (dalam pradopo 1994 : 98) ciri khas suatu
daerah yang secara detail tampak dalam cerita fiksi seperti dialek, adat,
kebiasaan dan setting. Hal tersebut biasanya digunakan pengarang untuk
menimbulkan efek estetis atau menghidupkan cerita.
V. Majas
Majas atau gaya bahasa dalam karya sastra banyak kita
temukan. Tanpa keindahan bahasa karya
sastra akan menjadi hambar. Dibawah ini akan dijelaskan tentang majas dan
fungsi majas serta macamnya.
1. Pengertian dan Fungsi Majas
Majas adalah bahasa kiasan yang dapat menghidupkan atau
meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu. Majas dapat dimanfaatkan
oleh para pembaca atau penulis untuk menjelaskan gagasan mereka (Tarigan 1985 :
179). Nurgiyantoro (1998 : 297) menyatakan
bahwa permajasan adalah (figure of thought) merupakan teknik
pengungkapan bahasa, penggaya bahasan yang maknanya tidak menujuk pada makna
harfiah kata-kata yang mendukung, melainkan pada makna yang ditambah, makna
yang tersirat. Jadi permajasan adalah gaya yang sengaja mendayagunakan
penuturan dengan memanfaatkan bahasa kias. Sedangkan Waluyo (1995 : 83) majas
dengan figuran bahasa yaitu penyusunan bahasa yang bertingkat-tingkat atau
berfiguran sehingga memperoleh makna yang kaya. Dengan demikian fungsi majas
untuk menciptakan efek yang lebih kaya, lebih efektif, dan lebih sugestif dalam
karya sastra. Pradopo (2002 : 62) menjelaskan bahwa majas meyebabkan karya
sastra menjadi menarik perhatian, menimbulkan kesegaran, lebih hidup, dan
menimbulkan kejelasan gambaran angan. Perrine (dalam Waluyo, 1995 : 83)
menyebutkan bahwa majas digunakan untuk (1) menghasilkan kesenangan imajinatif,
(2) menghasilkan imaji tambahan sehingga hal-hal yang abstrak menjadi kongrit
dan menjadi dapat dinikmat pembaca, (3) menambah intensitas perasaan pengarang
dalam menyampaiakan makna dan sikapnya, (4) mengkonsentrasikan makna yang
hendak di sampaikan dan cara-cara menyampaikan sesuatu dengan bahasa yang
singkat. Dari beberapa pengertian yang
ada di atas maka dapat disimpulkan bahwa majas atau gaya bahasa adalah cara
pengarang atau seseorang yang mempergunakan bahasa sebagai alat mengekspresikan
perasaan dan buah pikir yang terpendam didalam jiwanya. Dengan demukian gaya
bahasa dapat membuat karya sastra lebih hidup dan bervariasi serta dapat
menghindari hal-hal yang bersifat monoton yang dapat membuat pembaca bosan.
2. Jenis Majas
Majas ada bermacam-macam jenisnya, namun meskipun
bermacam-macam, mempunyai sesuatu hal (sifat) yang umum, yaitu majas tersebut
mempertalikan sesuatu dengan cara menghubungkanya dengan sesuatu yang lain
(keraf, 2002 :15). Pada dasarnya majas
dapat dibagi menjadi empat jenis, yakni:
Majas Perbandingan; majas Sindiran; majas Penegasan, dan majas
Pertentangan
a. Perbandingan yang meliputi:
1. Personifikasi
2. Metafora
3. Eufeminisme (ungkapan pelembut).
4. Sinekdoke Pars pro toto dan Totem pro parte.
5. Alegori
6. Hiperbola
7. Simboalik
8. Litotes (hiperbola negatif)
9. Alusio
10. Asosiasi
11. Prifrasis
12. Metonimia
13. Antonomasia
14. Tropen
b. Majas sindiran, Majas ini meliputi:
1. Ironi
2. Sinisme
3. Sarkasme
c. Majas penegasan. Majas ini meliputi:
1. Pleonasmo
2. Repetisi
3. Paralelisme Ialah majsa penegasan seperti repetisi
biasanya terdapat dalam puisi. Paralelisme dibagi atas majas anafora dan dan epifora.
4. Tautology
5. Simetri
6. Enumerasio
7. Klimaks
8. Antiklimaks
9. Retorik
10. Koreksio
11. Asidento
12. Polisidento
13. Eksklamasio
14. Praeterito
15. Interupsi
d. Majas
pertentangan. Majas ini ada bermacam-macam yang meliputi sebagai berikut:
1. Antitesis
2. Paradoks
3. Kontradiksio
interminisme
1.5 Metode Penelitian
5.1 Metode
Analisis Data
Metode
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa analisis deskripsi
kualitatif yang artinya data terurai dalam bentuk kata-kata atau gambar-gambar
bukan dalam bentuk angka-angka. Metode deskripsi ini menggambarkan data secara
kualitatif yaitu kedalam penghayatan terhadap interaksi dalam konsep yang
sedang dikaji secara empiris dan menggunakan kata-kata. Penggunaan kutipan
dalam cerpen juga diikut sertakan untuk mempermudah deskripsi data (Semi,
1993:24). Lagkah-langkah yang dilakukan penelitian untuk menganalisis data
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.
Membaca cerpen dengan cermat dan teliti secara berulang – ulang untuk
memahami isi teks dan
unsure – unsure pembangun cerita dalam cerpenl.
b.
Menafsirkan isi teks sesuai dengan pemahaman penelitian berdasarkan pendekatan
dan kerangka teori yang di gunakan.
c.
Melakukan pencatatan terhadap aspek – aspek yang akan di teliti.
d.
Mendata hal – hal penting cerpen dan mewakili apa yang di teliti kemudian di
catat dalam kartu data.
e.
Data yang telah terkumpul di dokumentasikan untuk di pergunakan sebagai sumber
informasi dalam kerja penelitian
5.2 Teknik
Tehnik
pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan. Data didapat dalam bentuk
tulisan, maka harus dibaca, disimak, hal-hal yang penting dicatat, kemudian
juga mengumpulkan dan mempelajari sumber tulisan yang dapat dijadikan acuan
dalam hubungannya dengan obyek yang akan diteliti.
Hasil
pemahaman yang berupa cuplikan-cuplikan dalam cerpen Aku Datang Bersama Lautan
yang relevan dan diklasifikasikan sesuai dengan fungsinya. Untuk mengumpulkan
data perlu menggunakan tehnik-tehnik yang tepat dengan data yang hendak dicari
atau dikumpulkan dalam penulisan.
Adapun
tehnik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah non interaktif, yaitu
catatan dokumen yang meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Mencari sumber data dan mengumpulkan sumber data yang dapat digunakan sebagai
pendukung penulisan.
2.
Membaca dengan cermat dan teliti terhadap sumber data yang primer dan mencatat
yang penting berdasarkan kelompok kelas kata.
3. Mengumpulkan
data-data sekunder dari buku-buku referensi dan novel.
4.
Merangkai teori dengan catatan sehingga menjadi perangkat yang harmonis yang
siap sebagai landasan penulisan.
.
BAB II
PEMBAHASAN
DIKSI
DALAM CERPEN AKU DATANG BERSAMA LAUTAN
2.1 Penggunaan
Bahasa Arab
Pengguaan
bahasa asing yang ada pada cerpen aku datang bersama lautan yakni penggunaan
bahasa asing arab. Seorang pengarang mampu menyesuaikan penggunaan bahasa
dengan karakteristik seorang tokoh dalam cerpen tersebut. Disesuaikan lagi
dengan latarbelakang budaya dan agama yang ada pada seorang pengarang, yakni
agama Islam. Sehingga seorang pengarang menggunakan bahsa arab dalam cerpennya.
Untuk memperjelas terdapat dalam sebuah kutipan:
”Assalamualaikum”,
sapa Tengku. “Waalaikum salam”, jawabku lirih. “Jadi engkau yang bernama
malaikat kematian?.”
Dari
kutipan tersebut tampak jelas bahwa malaikat diutus untuk mencabut nyawa Tengku.
Tapi sebelum nyawanya diambil malaikat sempat menggunakan bahasa arab karena
pada dasarnya bahasa arab; bahasanya orang islam.
2.2
Penggunaan Bahasa Daerah
pilihan
kata dari kosakata bahasa daerah yang digunakan penamaan tokoh dapat
mempertegas tokoh yang berasal dari daerah tertentu atau mempertegas latar
tempat. Ini artinya bahwa penggunaan penggunaan kosakata bahasa daerah dapat
diggunakan sebagai sarana penokohan dan sarana pelataran.
Dalam
cerpen aku datang bersama lautan dapat ditemukan tentang penggunaan bahasa
daerah. Seorang pengarang tentunya sudah mengetahui dengan jelas pengguaan
bahasa daerah yang digunakan. Karena seoarang pengarang itu sendiri menyesuaikan
tempat terjadinya suatu peristiwa yang terdapat dalam cerpen yang dibuat.
Penggunaan bahasa yang terdapat pada cerpen aku datang bersama lautan yakni:
“Cut
Nyak, Nyut Nyak, Cut Intan, dan Tengku”.
……Seorang
laki-laki yang di panggil Tengku tak
mau menatap istrinya lagi. Ia tak kuasa. Ia terus bertasbih mengarah kiblat.
……Nyut Nyak, bertasbih tidak mengenal
tempat dan waktu. Lagi pula, dimanakah tempat aman itu? Di tempat aman yang
mana engkau maksud istriku?
……Takdir tak pernah membuatku terancam.
Takdirlah yang membuat hidup kita menjadi aman, Cut Nyak.”
Dari
kutipan tersebut. dapat ditentukan bahawa bahasa daerah yang di gunakan adalah
bahasa daerah Aceh. Kerena kata “Cut” merupakn sebuah sebutan bagi perempuan
sedangkan “Nyak” itu sendiri merupakan suatu panggilan untuk seorang ibu. Kata “tengku”
merupakan sebutan yang identik bagi laki-laki.
2.3
Pemanfaatan Sinonim
Pemanfaatan
sinonim digunakan untuk menyebutkan persona pertama, kedua, dan ketiga.
Pemanfaatan sinonim dipilih ketertarikan dengan sifat bahasa yang mengenal
adanya tataran, yang dimaksudkan untuk menimbulkan rasa hormat, keakraban, dan
menjauhkan.
Sejumlah
kata dalam bahasa dapat digunakan secara lugas, akan seorang pengarang lebih
condong terhadap objek sasaran. Termasuk dalam cerpen Aku Datng Bersama Lautan
seorang pengarang memanfaatkan bentuk sinonim dalam sebuah cerpennya.
Pemanfaatan yang di gunakan yakni:
Aku & -ku
(persona pertama tunggal)
Seorang
pengarang telah memanfaatkan dalam bentuk sinom “Aku dan -ku persona
tunggal” di lihat dari sebuah kutipan aku dan –ku yakni:
“Kemudian
aku melayang-layang di tengah
hempitan ketakutan mereka dan aku
mengintip sepasang lelaki dan perempuan sedang sibuk dengan kalimat-kalimat”.
“Setiap
kali aku menjalankan tugas, aku selalu diiringi tangis. Tangisan-tangisan itu
sudah biasa aku lihat dan kerap kali memohon agar menunda pekerjaanku,
tapi sekali lagi, aku tidak bisa berdamai dengan takdir. Takdir adalah hukum
yang yang menjadi pedoman dalam menjalankan tugasku.”
Engkau, -mu, Tengku dan Cut
(persona kedua tunggal)
Pemanfaatan
sinonim yang dilakaukan oleh pengarang yakni:
“Engkau, -Mu, Tengku dan Cut
Persona kedua tungal” dilihat dari sebuah kutipan
yakni:
“Tengku”menundukan
wajahnya penuh rasa takzim, sementara “Cut” nyak menentang denagan sorotan matannya yang tajam dan penuh
pertanyaan.
“jadi
Engkau
yang bernama malaikat kematian?”
“Aku
ingin membawa “suamimu”
ke negeri akhirat”.
2.4 Pemanfaatan
Bentuk Ulang
pemanfaatan
dalam bentuk ulang juga dapat ditemukan dalam cerpen Aku Datang Bersama Lautan.
Gabungan kata yang berupa pengulangan kata dapat memberikan efek penyangatan atau melebih-lebihkan (Pradopo, 1993: 108)
hal ini tampak dalam kutipan berikut yakni:
“….seorang
lelaki yang di panggil tengku tak mau menatap istrinya lagi. Ia tak kuasa. Ia
terus bertasbih mengarah kiblat. “Komat-kamit”
doa yang dilayangkan kepada Alloh”.
Bentuk
perulangan kata “komat-kamit”
menggunakan cara perubahan vocal. Perubahan kata tersebut dipilih untuk
menekankan untuk suasana mulut yang terus melantunkan doa kepada Alloh. Sama
halnya dengan perulangan kata di bawah ini.
“….suara
lautan yang samar-samar
itu mulai merambat di telingaku”.
Maksud
pengarang dalam pemanfaatan kata samar-samar
yakni melengkapi suasana suara lautan yang kedatangannya mengeluarkan suara
yang belum jelas. Disertai dengan nilai estetik dalam ungkapan seorang
pengarang.
2.5 Pemendekan Kata
Pemendekan
kata bisa dilakukan dengan cara menghilangkan iimbuhan. Penghilangan imbuhan
ini banyak dilakukan pengarang untuk kelancaran ucapan atau menurut Pradopo
(1993:101) digunakan untuk memperoleh irama yang menyebabkan liris. Pendapat
ini akan cocok jika di terapkan dalam bentuk puisi supaya memperoleh
intensitas.
Pemendekan
kata dalam cerpen maupun novel seringkali digunakan untuk kelancaran ucapan
sehingga cendrung memanfaatkan pada dialog
antar tokoh sehingga terkesan singkat. Akibatnya cerita menjadi lancar.
Pemendekan
kata juga di lakukan oleh seorang pengarang dalam cerpenya Aku Datang Bersama
Lautan. Tujuan pengarang dalam pemendekan
kata yakni menyesuaikan dengan suasana yang ada pada saat percakapan
diantara kedua tokoh. Pemendekan kata yakni:
Tak
: tidak
Punya
: mempunyai
Kan
? : bukan ?
Sama-sama
: bersama-sama
Kata
tersebut dapat dilihat dari kuipan yakni:
…..
kita “tak
punya” waktu lagi untuk diam.
Kata
tidak
menjadi tak pada
kutipan di atas di maksudkan untuk memperoleh efek bunyi sehingga serasi dengan
kata-kata di belakangnya. Dimikian pula dengan kata punya penghilangan imbuhan
dalam kata mempunyai menjadi punya justru menghidupkan suasana.
…..tapi
aku juga tak mau meniggalkanmu. Jadi, mariah kita sama-sama melangkah pergi.
Pemendekan kata yang semulanya menggunakan
imbuhan yakni bersama-sama menjadi sama-sama tentu akan mampu menghidupkan
suasana. Pembicara sedang mendukung benda yang berat sehingga diperlukan
kalimat se-pendek mungkin karena beban yang berat membuat pembicara tersengkal.
Dan juga apa yang di lakukan oleh seorang pengarang dalam cerpennya tentu
memiliki maksud tertentu. Seorang pengarang lebih condong terhadap bagaimana
konteks bahasa itu digunakan agar memiliki keindahan tersendiri.
2.6 Penyimpangan Bentuk
Dasar
Penyempingan
betuk dasar seringkali bertujuan untuk memenuhi fungsi puitik, yaitu efek
estetis. Sebagai mana diungkkapkan oleh jakobson dalam teuw, (1984:76), fungsi
puitik memproyeksi prinsip ekuivalensi dari proses seleksi praktis atau pradigmatik
ke proses kombinasi ( sintaksis ). Deretan sinonim yang tersedia secara
prataksis adalah proses prataksis, yang terkandung unsur ekuivalen dan segi
semantik.
Penyimpanngan
bahasa jg terjadi pada cerpen Aku Datang Bersama Lautan. Penyimpangan tersebut
yakni:
Mencari-cari
Mentri-mentri :
menteri-menteri
Nampak : tampak
Dari
kata mencari-cari
yang semulanya cukup dngan kata mencari, penyimpang tersebut dapat dilihat dari
kutipan berikut:
“……Aku
tak mau mereka menangis, aku tak kuasa mendengar mereka merintih mencari-cari
kita.”
Penyimpangan
kata tersebut merupakan sebuah penyesuaian dengan keadan yang terjadi pada saat
itu. Penyimpangan pada kata mentri-mentriyang semulanya yakni menteri-menteri.
Penyimpangan tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut:
“….
Apa maksudmu, Tengku ? jadi engkau menunggu seseorang? Siapa? Gubernur? Mentri-mentri?
Presiden? Siapa Tengku? Jelaskan kepadaku dengan segera.”
Penyipangan
yang dilakukan pengarang merupakan sebuah kebiasaan dalam penyebutan kata
tersebut. Sehingga pengarang menjadi terbiasa dalam menggunakan kata mentri-mentri.
Disertai juga untuk menghindari rasa kaku dalam penyebutan di dialog tersebut.
Penyimpangan
juga terjadi pada kata nampak
yang semestinya menggunakan kata tampak. Penyimpangan tersebut dapat dilihat
dari kutipan berikut:
“…..
akhirnya Tengku berdiri, kemudian memeluk istrinya dengan lembut dan mencium
keningnya berkali-kali. Wajahnya nampak
berseri.”
Penyimpangan
tersebut digunakan oleh pengarang dengan maksud penyesuaian dengan kata berseri
sehingga terdapat suatu nilai estetik dalam kata yang digunakan. Apbila
digunakan kata tampak maka penyebutan yang dilakukan oleh tokoh akan terasa
berat dalam penybutannya. Pengarang tidak ingin memberatkan penyebutan di
masing-masing tokoh.
BAB III
PENGGUNAAN MAJAS
DALAM CERPEN AKU DATANG BERSAMA LAUTAN
3.1 Majas Perbandingan
Majas
perbandingan atau perumpamaan atau smile, ialah bahasa kiasan yang menyamakan
satu hal dengan hal lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti:
bagai, sebagai, bak, seperti, semisal, seumpama, laksana, sepantun, penaka, se,
dan kata-kata pembanding yang lain.
Perumpamaan atau perbandingan ini dapat di
katakan bahasa kiasan yang paling sederhana dan paling banyak dipergunakan
dalam sajak pada puisi ataupun makna kiasan dalam cerpen. Adapun majas
perbandingan terdapat pada cerpen Aku Datang Bersama Lautan yakni:
ü Majas
personifikasi
Majas personifikasi
merupakan kiasan yang mempersamakan benda dengan manusia, benda-benda mati
dibuat dapat berbuat, berpikir, dan sebagainya seperti manusia. Personifikasi
banyak diginakan sastrawan dalam membuat puisi ataupan sebuah cerpen.
Personifikasi juga membuat hidup lukisan, di samping itu memberi kejelasan
kejelasan beberan, memberi bayangan angan yang kongkret. Dalam cerpen yang
dianalis terdapat sebuah majas personifikasi termuat dalam subuah kalimat.
Sebagai bukti diambil dari kutipan:
“Sebentar lagi lautan akan datang kembali dan
kita akan dimangsa dengan segera”
Kata
lautan…… dimangsa
merupakan personifikasi. Ini memberikan suatu makana bahwa lautan yang akan menenggelamkan mereka akan
tetapi seorang pengarang menggunakan kata memangsa. Akan tetapi laut yang melakukan suatu tindak seperti manusia
yakni memengsa.
ü Majas
Alegori
Majas alegori untuk
menyatakan menyatakan dengan cara lain, melalui penggambaran cerita ataupun
lukisan kiasan. Karna pada dasarnya alegori merupakan metafora yang
dilanjutkan. majas
alegori juga merupakan menjelaskan maksud tanpa secara harafiah.
Umumnya alegori merujuk kepada penggunaan retorika,
namun alegori tidak harus ditunjukkan melalui bahasa,
misalnya alegori dalam lukisan
atau pahatan.
Dalam
cerpen Aku Datang Bersama Lautan terdapat majas alegori yang diambil sebagai
kutipan:
“Cucuran air mata mulai menganak sungai di
pipinya. Air matanya memang tidak ganas seperti lautan yang marah”, yang mereka
lihat sebelumnya, tapi air mata itu telah membuatku lupa akan tugas yang
seharusnya kukerjakan.
“Air mata itu telah
menenggelamkan niatku untuk mengajaknya ke negeri akhirat”.
Kata
“cucuran
air mata……menganak
sungai” merupakan majas alegori. Ini memberikan
kesan seorang ibu yang menangis dan mengeluarkan air mata. Kemudian kata “tidak ganas seperti lautan
yang marah” majas alegori. Ini memberikan gambaran
tentang air mata yang keluar tidak seganas laut yang mengeluarkan ombak yang
begitu besar. Ada juga majas alegori terdapat pada kalimat yang dapat dikutip
yakni:
“Aku sendiri melihat panah doa itu melesat ke
arah langit, namun terbentur sesuatu, dan panah doa itu tak lagi punya sayap,
kembali ke tanah, barakhir menjadi abu”.
Dalam
kalimat tersebut seorang pengarang mengisah tentang begitu banyak doa-doa yang
di lantunkan untuk memohon pertolongan akan tetapi doa yang di lantunkan itu
tidak tersampaikan. Karena kemurkaan Yang Maha Kuasa tidak bisa dihentikan.
3.2 Majas penegasan
Majas
penegasan merupakan majas yang bertujuan menegaskan dari kejelasan kata yang
digunakan dalam sebuah karya sastra. Majas penegasan seringkali di temukan baik
dalam bentuk puisi maupun cerpen. Adapun majas penegasan terdapat pada cerpen
Aku Datang Bersama Lautan. Diantara majasa repitisi yang dapat di kaji yakni:
ü Majas
repetisi
Majas
repetisi Anafora: Majas repetisi menegaskan sesuatu dalam suatu pengulangan yang
terdapat pada bagian kata pertama yang dianggap penting sehingga menimbulkan
rasa semangat/dorongan. Majas repetisi ini terdapat dalam cerpen Aku Datang
Bersama Lautan seperti yang tampak dalam kalimat berikut:
“….Masa depanku akan suram
tak berkesuadahan. Masa depanku akan legam seperti malam. Masa dpanku tandas
tanpa cintamu”
Majas
Repetisi pada kalimat di atas ditunjukan pada kata “masa depanku” yang berulang. Ini memberi kesan kepada tokoh bahwa
ia tidak ingin ditinggalkan oleh suaminya, dan ia tidak tau bagaimana nasip
masa depannya tanpa suaminya. Selain itu juga majas repetisi “epifora”. Majas
yang kata utamanya terletak pada akhir kalimat. Majas epifora terdapat pada kalimat berikut:
Mari
kita pergi dari tempat ini. “Suara kematian sudah memburu kita. Deburan keras itu siap memburu kita”.
Deburan keras itu siap mengancam jiwa kita.
Majas
repetisi di tunjukan pada kata “memburu
kita”. dari kata tersebut mengandung sebuah
makana yakni lautan yang begitu besar akan segera menengglamkan mereka. Dan
pada saat itu kematian sudah dekat dan menghantui mereka. Ada pun majas
repetisi “epipora” terdapat juga pada kalimat berikut:
“Lautan terlalu gagah untuk
dikalahkan. Lautan terlampau bengis untuk ditaklukan”
Majasa
repetisi terdapat pada kata “Ditaklukan” dari kata tersebut terdapat sebuah
makna laut yang ombaknya begitu besar sulit untuk di kalahkan kalau tidak
segera di hindari. Dengan demikian majas repetisi merupakan majas yang
berfungsi pengulangan kata untuk mempertegas suatu makna yang terdapat pada
suatu kata.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Kejelian
pengarang dalam memanfaatkan diksi dan beberapa bentuk gaya bahasa membuat
cerita pendek ini wajar dan hidup. Ketepatan pilihan itu juga menimbulkan rasa
akrab antara pembaca dengan tokoh, seolah-olah pembaca berada di tengah-tengah
mereka dan mengalami semua peristiwa yang dialami oleh tokoh-tokoh dalam
cerita.
Pada
analisis kajian stilistika yang ada dalam cerpen Aku Datang Bersama Lautan
terdapat sebuah kajian dari unsur gaya bahsa dan kajian diksi. Dari semua
kajian tersebut dari unsur gaya bahasa terdapat sebuah Majas Perbandingan dan majas
penegasan. Majas perbandingan yang terdapat dalam cerpen Aku Datang Bersama
Lautan diantaranya Majas Personifikasi dan majas alegori. Kemudian dalam majas
penegasan yakni majas repitisi.
Selain
dari gaya bahasa terdapat juga kajian diksi atau pilihan kata yang digunakan
diantara terdapat penggunaan bahasa arab, bahasa daerah, pemanfaatan sinonim,
pemanfaatan bentuk ulang, pemendekan kata, dan penyimpangan bentuk dasar.
2. Saran
Dari
beberapa penjelasan dan isi makalah sederhana ini yang membahas tentang
analisis kajian stilistika yang terdapat pada cerpen Aku datang Bersama Lauatan
tidak terlepas dari rangkaian kalimat dan ejaan penulisnya. Saya menyadari
bahwa masih jauh dari kesempurnaan seperti yang diiharapkan oleh pembaca dan
pada khususnya dosen pengampu mata kuiah ini. Oleh karena itu saya selaku
penyusun mengharapkan kepada para pembaca atau mahasiswa serta dosen pengampu
kritik dan saran yang bersifat konstruktif dalam terselesainya makalah
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Venayaksa,
Firman. 2005. Aku
Datang
Bersama Lautan. Tanah Air
Surachmad,
Winarno. 1985. Pengantar
Penelitian Ilmiah.
Bandung : Angkasa.
Pradopo,
Rachmat Djoko. 1993. “Stilistika”. Makalah Penataran Sastra di Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Nurgiyantoro,
Burhan. 2000. Teori
Pengkajian Fiksi.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Teguh,
Suprianto. 2009. Penelitian Stilistika Dalam Prosa.
Pusat
Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional.
DAFTAR LAMAN
SAMPUL
KATA
PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR
ISI..................................................................................................... ii
BAB
I PENGANTAR........................................................................................ 1-12
BAB
II PEMBAHASAN DIKSI......................................................................... 14-18
BAB
III PEMBAHASAN MAJAS..................................................................... 20-21
BAB
IV PENUTUP........................................................................................... 23
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................................ 24
DAFTAR
LAMAN............................................................................................. 25
SINOPSIS
CERPEN AKU DATANG BERSAMA LAUTAN........................... 26
SINOPSIS CERPEN AKU DATANG
BERSAMA LAUTAN KARYA FIRMAN VENAYAKSA
Sebuah
keluarga yang sedang dilanda musibah dan nyawa yang terancam oleh besarnya
ombak yang kita kenal dengan sebutan Tsunami yang terjadi di daerah Aceh. Ombak
besar itu yang akan menenggelamkan keluarganya. Seorang istri yang bernama Cut
Nyak yang tekatnya begitu besar untuk tetap hidup bersama suami dan
anak-anaknya. Akan tetapi Tengku selaku suaminya malah sebaliknya. Ia hanya
pasrah dengan keadaan yang akan menimpanya. Berbagai macam cara yang dilakukan
Cut Nyak untuk membujuk Tengku agar segera pergi menyelamatkan diri ke-tenda
pengungsian, akan tapi semua usahanya sia-sia. Tengku malah terus bertasbih dan
berzikir kepada Alloh SWT. Hingga datang
malaikat maut bersama lautan dengan ombaknya yang begitu besar.
Cut
Nya yang tidak mau kehilangan suami tercintanya malah tidak mau menerima takdir,
seakan-akan mau memberontak kepada malaikat maut agar tidak membawa suami
tercintanya ke negeri akhirat. Tapi malaikat maut tidak bisa menerima tawaran
apapun karna Ia tidak bisa berdamai dengan takdir. Dan mencabut nyawa itu adalah
tugas yang harus di laksanakan.
Sampai
tiba saatnya, akhirnya Tengku yang pasrah dengan takdir pergi dengan malaikat
maut melalui perantara lautan yang mengeluarkan ombak yang begitu besar dan
menengelamkan Tengku. Cut Nyak yang kini bersama anak-anaknya selamat ke tempat
pengungsian. Hari-hari yang kini dijalani bersama anak-anaknya tanpa adanya Tengku
selaku suami tercinta disisinya.