Sabtu, 03 November 2012

puisi cinta


DARA BERMATA SIPIT

Dara bermata sipit berkulit putih
Disinari cahaya lampu putih duduk di atas dua roda
Kulihat ia bersenda gurau mengisahkan canda tawa tersenyum manja
Menutupi duka dalam benak yang menyiksa
Tak sedikitpun keraguan pada dirinya
Dara bermata sipit berkulit putih
Terpanggil batin manarik tubuh terseret kedepan
Semakin jelas kutatap wajah indah menawan
Ooohh..alangkah sempurna wajah ciptaan Tuhan
Ku terbawa suasana berjuta keindahan
Dara bermata sipit berkulit putih
Suasana malam di taburi gemerlap bintang
Sesayup redup masuk kedalam kamar, menghilang
Kutunggu suasana itu lagi menjelang
Keindahan wajah akan terus terbayang.

By:
MUSHAITIR


HANYA KAU

Teriring salam sejuta harap menentang jiwa mengungkap sebuah rasa terpendam dalam benak fikir sejuta keluh kesah.
Aku tidak mau melihat kau maneteskan air mata
Aku tidak mau kau merasakan duka
Aku tidak mau hati mukian merana
Aku tidak mau melihat goresan luka membekas
Hapus semua keraguan tanpa tersisa
Berlarilah menu juterbit surya
Bebaskan diri dari keluh kesah menentang
Kau..hanya kau
Biarkan bibir ini berkata
Lantang tegas menggema satu ruang
Sunyi sepi tiada lagi dalam jiwa
Kutemani kau dalam jangka panjang
Tanpa syarat membatasi jarak pandang
Akan kupersembahkan manisnya kebahagian
Hanya Untuk Kau gadis yang kusayang

By:
MUSHAITIR
RUANG

Dalam satu ruang terkumpul berbagai corak
Mambawa duka membawa kebahagiaan
Lalu ia menyembunyikan corak itu
Sungguh pintar tapi belukar
Ia terus bicara tak perduli sekitar ruang
Tak tau kapan mulut terkunci rapat
Mengusik dalam penak, bosan.
Ia pergi suasana tenang
Damai tercipta tanpa ada belukar
Di sudut terdiam dengan kesibukan
Menatap layar jari-jemari berdansa
Sekilas kuhampiri bertanya
Kau siapa?
Aku bagian dari tulang rusuk mu.

By:
MUSHAITIR


SENYUM MEMBAWA LUKA

Seketika ia hadir membawa senyuman manis
Lalu pergi meninggalkan luka teriris
Tak perduli seberapa kuat menahan duka
Tubuh Berbaring tengadah dada
Bertahun-tahun rasa terpendam
Terbalas dengan luka sangat dalam
Pesona alam semakin kelam
Tetesan air mata pandangan menjadi buram
Selembar kertas putih bertinta
Terlipat rapi kuning berpita
Tak disangka telah dipinang
Sang pemuda dari seberang



By:
MUSHAITIR


Manusia dan binatang
Tempayan bekas bergelimang emas
Lekas pergi dari sini
Tak usah kau bujuk diriku
Kutau siapa kau
Hanya ular berbisa madu
Melingkar di atas kursi
Bermulut kecil menelan berjuta mangsa
Tempayan bekas bergelimang emas
Lekas pergi dari sini
Tak usah kau bujuk diriku
Kutau siapa kau
Harimau dengan taring tajam
Menerkam siang dan malam
Bersarang luas di kerangkeng emas
Tempayan bekas bergelimang emas
Lekas pergi dari sini
Tak usah kau bujuk diriku
Kutau siapa kau
Manusia berkepala ular bertubuh harimau
pintar berbelit dan menerkam
tak perduli mangsa
asalkan perut buncitmu puas
enyah saja kau   

MUSHAITIR

kajian stilistika cerpen aku datang bersama lautan

KAJIAN STILISTIKA CERPEN AKU DATANG BERSAMA LAUTAN KARYA FIRMAN VENAYAKSA


 












Oleh  :

NAMA         : MUSHAITIR






PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL WATHAN MATARAM
2011-2012

BAB  I
PENGANTAR
1.1  LatarBelakang
Karya sastra adalah karya yang dibuat oleh pengarang atau sastrawan. Tujuannya adalah memberi kesan dan menghibur kepada pembacanya. Sebuah karya sastra tidak akan terlepas dari fiksionalitasnya yang menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesama interaksinya dengan diri sendiri, serta interaksinya dengan Tuhan. Selain itu, karya sastra juga memiliki tujuan estetik, sebuah karya haruslah tetap merupakan cerita yang menarik, memiliki bangunan struktur yang koheren dan bernilai estetis.
Karya sastra merupakan paduan antar unsur memetik dan kreasi, peniruan dan kreativitas, khayalan dan relitas. Pengarang atau sastrawan, dalam membuat karya sastra dipengaruhi oleh beberapa faktor. Beberapa faktor tersebut diantaranya dalah pengalaman pengarang seperti yang telah disebutkan di atas. Kemudian realitas yang ada dan hidup di sekitar pengarang menjadi stimulus yang sangat besar dan memungkinkan seorang pengarang membuat karya sastra. Plato juga mengungkapkan bahwa sastra dan seni hanya peniruan atau pencerminan dari kenyataan, maka ia berada di bawah kenyataan itu sendiri. Berbeda dengan apa yang diungkapkan oleh Aristoteles bahwa dalam proses penciptaan, sastrawan tidak semata-mata meniru kenyataan, tetapi juga menciptakan dunia baru dengan kekuatan kreatifitasnya.
  Fiksi juga menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan, dengan diri sendiri, dan dengan Tuhan. Fiksi merupakan hasil dialog, kontemplasi, dan reaksi pengarang terhadap lingkungan dan kehidupan. Oleh karena itu, fiksi merupakan sebuah cerita yang  tidak hanya bertujuan estetik, tetapi juga memberikan hiburan kepada pembaca. Melalui sarana cerita itu pembaca secara tak langsung dapat belajar, merasakan, dan menghayati berbagai permasalahan kehidupan yang sengaja ditawarkan oleh pengarang. Hal itu disebabkan cerita fiksi tersebut akan mendorong pembaca ikut merenungkan masalah hidup dan kehidupan.
   Salah satu bentuk karya sastra yang berupa fiksi itu adalah cerpen. Cerpen, sesuai dengan namanya, adalah cerita yang pendek. Jassin dalam Nurgiyantoro (2000:10) mengatakan bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk. Karena bentuknya yang pendek, cerpen menuntut penceritaan yang serba ringkas, tidak sampai pada detil-detil khusus yang lebih bersifat memperpanjang cerita.
Cerpen merupakan jenis karya sastra yang paling banyak dibaca orang dengan pemahaman yang cukup memadai. Cerpen banyak menggunakan bahasa yang lugas dan mengacu pada makna denotatif sehingga lebih bersifat transparan. Namun adapula cerpen yang tidak transparan, bersifat prismatis dan penuh dengan perlambangan. Menurut Hendy (1989:184) cerpen memiliki beberapa ciri, yaitu: panjang kisahannya lebih singkat daripada novel, alur ceritanya rapat, berfokus pada satu klimaks, memusatkan cerita pada tokoh tertentu, waktu tertentu, dan situasi tertentu, sifat tikaiannya dramatik, yaitu berintikan pada perbenturan yang berlawanan, dan tokoh-tokoh di dalamnya ditampilkan pada suatu latar atau latar belakang melalui lakuan dalam satu situasi.
Ada pun ke­_tertarikan dalam menganalisis yang cerpen Aku Datang Bersama Lautan. Seorang pengarang lebih banyak menggunakan gaya bahasa untuk menceritakan suatu kejadian yang terjadi pada saat itu. Seorang pengarang mampu menciptakan nilai estetik yang terdapat pada cerpen Aku Datang Bersama Lautan. Sehingga terdapat suatu pola unsur gaya bahasanya. Kajian stilistika terhadap cerpen tersebutyang membahas tentang bagaimana unsur gaya bahasa, Diksi, dan pemanfaatan bahasa yang digunakan oleh pengarng.
Cerpen Aku Datang Bersama Lautan merupan sebuah karya sastra  yang di ambil dari segi realita yang trjadi disuatu tempat yaitu di daerah Aceh. Pengarang mampu menciptakan sebuah karya sastra dalam bentuk cerpen dan di padukan dengan unsur estetiknya. Seorang pengarang juga telah mampu menciptakan nilai moral yang terkandung dalam cerpen  Aku Datang Bersama Lautan.




1.2  Masalah
Beradasar pemaparan di atas dapat ditentukan rumusan masalah yang terdapat dalam kajian analaisis stilistika dalam cerpen tersebut yakni:
Bagaimana kajian stilistika terhadap cerpen Aku Datang Bersama Lautan yang disertai dengan unsur gaya bahasa dan diksi yang mampu menciptakan nilai  estetik yang terkandung dalam cerpen tersebut. Serta kejelasan mengenai pengauruh pengarang dalam menciptakan karya sastra dengan berbagai kajian terutama dari segi penggunaan bahasa daerah, penggunaan bahasa asing, pemanfaatan sinonim, pemanfaatan bentuk ulang, pemendekan kata, dan penyimpangan bentuk dasar.

1.3  Tujuan
Adapun tujan analisi cerpen tersebut yakni:
Untuk mengetahui kajian stilistika terhadap cerpen Aku Datang Bersama Lautan yang disertai dengan unsur gaya bahasa dan diksi yang mampu menciptakan nilai  estetik yang terkandung dalam cerpen tersebut.Sehinngga seorang pembanca dapat mengetahui unsur  yang terkandung dalam karya sastra, terutama pada sebuah cerpen Aku Datang Bersama Lautan. . Serta kejelasan mengenai pengauruh pengarang dalam menciptakan karya sastra dengan berbagai kajian terutama dari segi penggunaan bahasa daerah, penggunaan bahasa asing, pemanfaatan sinonim, pemanfaatan bentuk ulang, pemendekan kata, dan penyimpangan bentuk dasar.
1.4  Landasan Teori
I.      Stilistika
Pengertian stilistika, banyak para ahli bahasa mengemukakan teorinya. Kridalaksana (1983 : 15) menyatakan bahwa (1) stilistika adalah ilmu yang menyelediki bahasa yang dipergunakan dalam karya sastra; ilmu interdisipliner antara linguistik dengan kesusasatraan; (2) penerangan linguistik pada penelitian gaya bahasa. Di sini didapatkan beberapa konsep stilistika antara lain; stilistika sebagai ilmu yang menyelidiki bahasa dalam sastra, stilistika ilmu interdisipliner antara linguistik dengan kesusastraan, serta penerangan linguistik pada penelitian gaya bahasa. Dengan demikian, stilistika tidak hanya untuk meneliti puisi saja karena stilistika menyelidiki bahasa yang ada dalam karya sastra, sedangkan karya sastra tidak hanya puisi saja.
Stilistika juga mengandung pengertian pengetahuan tentang kata berjiwa (Slamet muljana, 1956 : 4). Kata berjiwa adalah kata yang dipergunakan dalam cipta sastra yang mengandung perasaan pengarangnya. Dari pengertian ini diperoleh sebuah pemahaman bahwa kata berjiwa sangat erat kaitrannya dengan perasaan pengarangnya dalam mencipta karya sastra. Dalam hal ini, pengarang akan benar-benar mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata yang telah diresapi jiwanya sehingga dapat diproduksi sebuah karya sastra yang mencerminkan perasaan pengarangnya. Kemudian ini menjadi tugas stilistika untuk  membeberkan pemakaian susun kata dalam kalimat kepada pembacanya. Penempatan kata dalam kalimat menyebabkan gaya kalimat, di samping ketepatan pemilihan kata, memegang peranan penting dalam ciptaan sastra (Slametmuljana, 1956 : 5). Berdasarkan teori dari Slametmuljana di atas diperoleh sebuah pemahaman bahwa tugas stilistika adalah menjabarkan kesan kata-kata yang dipakai seorang pengarang dalam karya sastranya. Kesan ini akan dimiliki oleh setiap pembaca ketika atau pada saat membaca karya sastra yang memakai susun kata tertentu dari penulis karya sastra. Kesan ketika membaca karya sastra dengan kata-kata yang telah dipilih oleh pengarang akan tersimpan dalam ingatan pembaca karena ada penggunaaan kata-kata yang menarik bagi pembaca.
Stilistika sebagai studi sumber-sumber ekspresif bahasa yang dibicarakan dan mengeluarkan dari dalamnya studi bahasa sastra yang diorganisasikan untuk tujuan estetik (Pradopo, 1994, 2005 : 2).  Ini mengandung penelitian bahwa bahasa di seluruh dunia ini sumber-sumber ekspresif dari para pengarang atau pengguna bahasa pada umumnya. Jika dipakai dalam sebuah karya sastra, maka bahasa sebagai alat ekspresi bagi pengarang dan ini dipakai untuk tujuan estetik atau memiliki nilai keindahan.



II.    Objek Kajian Stilistika
Secara umum, lingkup telaah stilistika mencangkupi diksi atau pilihan kata (pilihan leksikal), struktur kalimat, majas, citraan, pola rima, dan mantra yang digunakan seorang sastrawan atau yang terdapat dalam karya sastra (Sujiman 1993 : 13). Disamping itu kajian stilitika dilakukan dengan mengkaji berbagai bentuk dan tanda-tanda kebahasaan yang digunakan dalam seperti yang digunakan seperti yang terlihat dalam setruktur lahir. Tanda-tanda kebahasaan itu sendiri dapat berupa unsur fonologi, unsur leksikal, unsur sintaksis, dan unsur bahasa figuratif (Nurgiyantoro 1995 : 280). Aspek gaya bahasa meliputi, bunyi, kata, dan kalimat. Bunyi meliputi asosiasi, alitrasi, pola persajakan, orkestrasi dan iramanya, kata meliputi aspek morfologi, sematik dan etimologi, dan kalimat meliputi gaya kalimat dan sarana retorika (Pradopo, 1991 : 4). Gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga dimensi yaitu, kejujuran, sopan santun, dan menarik (Keraf, 2002 : 113). Kejujuran dalam bahasa berarti kita mengikuti aturan-aturan, kaidah-kaidah yang baik dan benar dalam berbahasa. Pemakaian kata yang kabur dan tak terarah, serta penggunaan kaliamat yang berbelit-belit adalah jalan untuk mengundang ketidak jujuran. Sopan santun dalam bahasa berarti kita memberi penghargaan atau menghormati orang yang diajak berbicara, khususnya pendengar atau pembaca. Menarik dalam bahasa dapat diukur melalui komponen: variasi, humor yang sehat, pengertian yang baik, tenaga hidup dan penuh daya khayal imajinasi. Cara mengungkapkan diri dalam bentuk gaya bahasa itu dapat meliputi setiap aspek bahasa, pemilihan kata-kata, penggunaan kiasan, susunan kalimat, nada dan sebagainya (Dick Hartoko dalam pradopo, 1994 : 4). Begitu juga dikemukakan oleh Abram (dalam Pradopo, 1994 : 4) bahwa gaya bahasa suatu karya sastra dapat dianalisis dalam hal diksi atau pilihan kata, susunan kalimat dan sintaksis, kepadatan dan tipe-tipe bahasa kiasannya, pola-pola ritmenya, komponen bunyi, ciri-ciri formal lain dan tujuan serta sasaran retorisnya.
III.   Pengertian Diksi
Pilihan kata merupakan hasil yang diperoleh para leksigraf yang berusaha merekam sebuah kata, bukannya menentukan makna sebuah kata supaya digunakan para pemakainya. Pemilihan kata mengacu pada pengertian penggunaan kata-kata tertentu yang sengaja dipilih dan digunakan oleh pengarang (Keraf, 2002 : 76). Mengingat bahwa karya fiksi (sastra) adalah dunia dalam kata, komunikasi dilakukan dan ditafsirkan lewat kata-kata. Pemilihan kata-kata tentunya melalui pertimbangan-pertimbangan tertentu untuk mendapatkan efek yang dikehendaki (Nurgiyantoro 1998 : 290).
Masalah pemilihan kata menurut Champan (dalam Nurgiyantoro 1998 : 290) dapat melalui pertimbangan-pertimbangan formal tertentu. Pertama, pertimbangan fonologis, misalnya kepentingan alitrasi, irama, dan efek bunyi tertentu. Kedua pertimbangan dari segi metode, bentuk, dan makna yang dipergunakan sebagai sarana mengkonsentrasikan gagasan. Dalam hal ini, faktor personal pengarang untuk memilih kata-kata yang paling menarik perhatiannya berperan penting. Pengarang dapat saja memilih kata atau ungkapan tertentu sebagai siasat untuk mencapai efek yang diinginkan. Persoalan diksi dan pilihan kata bukanlah persoalan yang sederhana. Ketepatan pemilihan kata atau diksi untuk mengungkapkan suatu gagasan diharapkan fungsi yang diperoleh akan sesuai tujuan yang ingin dicapai.
Istilah diksi digunakan untuk menyatakan kata-kata yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, yang meliputi persoalan, fraseologi, gaya bahasa dan ungkapan (Keraf, 2002 : 23). Dengan demikian, persoalan diksi sebenarnya jauh lebih luas dari apa yang dipantulkan oleh jalinan kata-kata itu, karena tidak sekedar untuk memilih kata-kata mana yang dipilih untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi menyangkut masalah frase, gaya bahasa dan uangkapan.
IV.  Pengertian Gaya
Secara umum, gaya adalah cara mengungkapkan diri sendiri, entah melalui bahasa, tingkah laku, dan sebagainya (Keraf, 2002 : 113). Dengan demikian, segala perbuatan manusia dapat dipergunakan untuk mengetahui siapakah dia sebenarnaya atau segala perbuatan dapat memberikan gambaran sendiri. Dalam hubungan dengan karya sastra, terdapat berbagai pengertian atau pendapat tentang gaya yang sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pengertian tersebut. Istilah gaya berpadanan dengan istilah stylos (Aminuddin 1995 : 1). Secara umum makna stylus adalah bentuk arsitektur,  yang memiliki ciri sesuai dengan karaktristik ruang dan waktu. Semantara itu kata stylus bermakna alat untuk menulis sesuai dengan cara yang digunakan oleh penulisnya. Terdapat dimensi bentuk dan cara tersebut menyebabkan istilah style selain dikatagorikan sebagai nomina juga dikatagorikan sebagai verba. Secara etimologis stylistis berhubungan dengan kata style, artinya gaya, sedangkan stylistics dapat diterjemahkan ilmu tentang gaya. Gaya ialah cara pengungkapan dalam tulisan atau ujaran; penyeleksian ungkapan yang khas, cara yang khas dalam mengungkapkan pikiran melalui kata-kata yang runtut atau kiasan yang berbeda kesannya bila diungkapkan dengan cara yang lain  dan juga lebih menekankan pada pengolahan bahasa sebagai media yang akan  berubah menjadi karya sastra.
Enkvist (dalam Aminudin 1995 : 28) memberikan definisi style, antara lain: 1) bungkus yang membungkus inti pemikiran atau pertanyaan yang telah ada sebelumnya;  2) pilihan antara berbagai pernyataan yang mungkin;  3) sekumpulan ciri pribadi;  4) penyimpangan dari pada norma atau kaidah, dan 5) hubungan antar satuan bahasa yang dinyatakan dalam teks yang lebih luas dari pada sebuah ayat.  Pada masa Renaissance style diartikan sebagai cara menyusun dan menggambarkan sesuatu secara tepat dan mendalam sehingga dapat menampilkan nilai keindahan tertentu sesuai dengan impresi dan tujuan pemaparannya (Aminuddin 1995 : 31). Pada masa neoklasik, style diartikan sebagai bentuk penggungkapan ekspresi kebahasaan sesuai dengan kedalaman emosi dan sesuatu yang ingin di refleksikan pengarang secara tidak langsung. Dalam karya sastra istilah gaya atau style mengandung pengertian cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca (Aminuddin, 1995 : 72).
Gaya sebagai hiasan, sebagai sesuatu yang suci, sebagai sesuatu yang indah dan lemah gemulai serta sebagai perwujudan manusia itu sendiri (Salbach dalam Aminuddin 1995 : 72).  Sebenarnya gaya bahasa, secara intitutif pada umumnya telah dimengerti. Akan tetapi, sukar membuat batasan dan merumuskan pengertiannya tentang gaya bahasa. Ada bermacam-macam batasan dan pengertian mengenai gaya bahasa. Gaya bahasa merupakan cara penggunaan bahasa secara khusus untuk mendapatkan fungsi tertentu. Dalam karya sastra yang efektif tentu ada fungsi estetik yang menyebabkan karya yang bersangkutan bernilai seni. 
Nilai seni dalam karya sastra disebabkan oleh  adanya gaya bahasa dan fungsi lain yang menyebabkan karya sastra menjadi indah seperti adanya gaya bercerita atau pun penyusunan alurnya. Dalam mempergunakan bahasa untuk melantunkan gagasannya, penyair tentu saja memiliki pertimbangan di dalam mendayagunakan gaya bahasa. Dengan demikian, penyair mestinya mempunyai tujuan tertentu dalam hal itu. Ia mempergunakan gaya bahasa tertentu, bisa jadi merupakan suatu upaya guna menguatkan maksud yang disampaikanya. Kemampuan dalam mengolah dan mendayagunakan gaya bahasa menentukan berhasiltidaknya suatu karya sastra. Gaya bahasa merupakan penggunaan bahasa secara khusus untuk mendapatkan nilai seni. Hal ini seperti dikemukakan oleh Dick Hartoko dan Rahmanto (1986 : 137) bahwa gaya bahasa adalah cara yang khas dipakai seseorang untuk mengungkapkan diri (gaya pribadi). Dikemukakan oleh Slamet Muljana, bahwa gaya bahasa itu susunan perkataan yang terjadi karena perasaan dalam hati pengarang dengan sengaja atau tidak, menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca. Selanjutnya dikatakan bahwa gaya bahasa itu selalu subjektif dan tidak akan objektif. Gaya bahasa adalah cara mengekspresikan bahasa dalam prosa ataupun puisi. Gaya bahasa adalah bagaimana seorang penulis berkata mengenai apa pun yang dikatakan (Abram dalam pradopo 1994 : 190). Begitu juga dikemukakan Harimurti (1983 : 49-50) salah satu pengertiannya adalah pemanfaatannya atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis; lebih khusus adalah pemakaian ragam bahasa tertentu  untuk memperoleh efek-efek tertentu, dan lebih luasnya gaya bahasa itu merupakan keseluruan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra. Dilihat dari segi bahasanya bahwa gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa itu, dengan demikian Keraf (2002 : 113) memberi batasan bahawa style atau gaya bahasa adalah cara mengungkapakan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis. Gaya bahasa dalam arti umum adalah penggunaan bahasa sebagai media komunikasi secara khusus, yaitu penggunaan bahasa secara beragam dengan tujuan untuk ekspresivitas, menarik perhatian atau untuk membuka pesona (Pradopo 1994 : 139). Gaya bahasa menurut Tarigan (1986 : 5) adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal lain yang lebih umum. Pendek kata, penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu (Dale dalam Tarigan 1985 : 5). Gaya bahasa adalah penggunaan bahasa yang khas dan dapat diidentifikasi melalui pemakaian bahasa yang menyimpang dari penggunaan bahasa sehari-hari atau yang lebih dikenal sebagai bahasa khas dalam wacana sastra. Penyimpangan penggunaan bahasa biasanya berupa penyimpangan terhadap kaidah bahasa, banyaknya pemakaian bahasa daerah, pemakaian bahasa asing, pemakaian unsurunsur daerah dan unsur-unsur asing. Sekarang ini sudah banyak ditemukan gejala penggunaan bahasa yang menyimpang dalam karya sastra. Penyimpangan tersebut seperti banyaknya penggunaan bahasa daerah dalam khasanah novel Indonesia. Kecenderungan pemakaian bahasa tersebut untuk memunculkan warana daerah atau untuk memperoleh tujuan tertentu. Warna daerah atau warna lokal menurut Abram (dalam pradopo 1994 : 98) ciri khas suatu daerah yang secara detail tampak dalam cerita fiksi seperti dialek, adat, kebiasaan dan setting. Hal tersebut biasanya digunakan pengarang untuk menimbulkan efek estetis atau menghidupkan cerita.
V.    Majas
Majas atau gaya bahasa dalam karya sastra banyak kita temukan. Tanpa  keindahan bahasa karya sastra akan menjadi hambar. Dibawah ini akan dijelaskan tentang majas dan fungsi majas serta macamnya.
1.    Pengertian dan Fungsi Majas
Majas adalah bahasa kiasan yang dapat menghidupkan atau meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu. Majas dapat dimanfaatkan oleh para pembaca atau penulis untuk menjelaskan gagasan mereka (Tarigan 1985 : 179). Nurgiyantoro (1998 : 297) menyatakan bahwa permajasan adalah (figure of thought) merupakan teknik pengungkapan bahasa, penggaya bahasan yang maknanya tidak menujuk pada makna harfiah kata-kata yang mendukung, melainkan pada makna yang ditambah, makna yang tersirat. Jadi permajasan adalah gaya yang sengaja mendayagunakan penuturan dengan memanfaatkan bahasa kias. Sedangkan Waluyo (1995 : 83) majas dengan figuran bahasa yaitu penyusunan bahasa yang bertingkat-tingkat atau berfiguran sehingga memperoleh makna yang kaya. Dengan demikian fungsi majas untuk menciptakan efek yang lebih kaya, lebih efektif, dan lebih sugestif dalam karya sastra. Pradopo (2002 : 62) menjelaskan bahwa majas meyebabkan karya sastra menjadi menarik perhatian, menimbulkan kesegaran, lebih hidup, dan menimbulkan kejelasan gambaran angan. Perrine (dalam Waluyo, 1995 : 83) menyebutkan bahwa majas digunakan untuk (1) menghasilkan kesenangan imajinatif, (2) menghasilkan imaji tambahan sehingga hal-hal yang abstrak menjadi kongrit dan menjadi dapat dinikmat pembaca, (3) menambah intensitas perasaan pengarang dalam menyampaiakan makna dan sikapnya, (4) mengkonsentrasikan makna yang hendak di sampaikan dan cara-cara menyampaikan sesuatu dengan bahasa yang singkat.  Dari beberapa pengertian yang ada di atas maka dapat disimpulkan bahwa majas atau gaya bahasa adalah cara pengarang atau seseorang yang mempergunakan bahasa sebagai alat mengekspresikan perasaan dan buah pikir yang terpendam didalam jiwanya. Dengan demukian gaya bahasa dapat membuat karya sastra lebih hidup dan bervariasi serta dapat menghindari hal-hal yang bersifat monoton yang dapat membuat pembaca bosan.
2.    Jenis Majas
Majas ada bermacam-macam jenisnya, namun meskipun bermacam-macam, mempunyai sesuatu hal (sifat) yang umum, yaitu majas tersebut mempertalikan sesuatu dengan cara menghubungkanya dengan sesuatu yang lain (keraf,  2002 :15). Pada dasarnya majas dapat dibagi menjadi empat jenis, yakni:  Majas Perbandingan; majas Sindiran; majas Penegasan, dan majas Pertentangan
a.       Perbandingan yang meliputi:
1.    Personifikasi
2.    Metafora
3.    Eufeminisme (ungkapan pelembut).
4.    Sinekdoke Pars pro toto dan  Totem pro parte.
5.    Alegori
6.    Hiperbola
7.    Simboalik
8.    Litotes (hiperbola negatif)
9.    Alusio
10.  Asosiasi
11.  Prifrasis
12.  Metonimia
13.  Antonomasia
14.  Tropen
b.      Majas sindiran, Majas ini meliputi:
1.    Ironi
2.    Sinisme
3.    Sarkasme
c.       Majas penegasan. Majas ini meliputi:
1.    Pleonasmo
2.    Repetisi
3.    Paralelisme Ialah majsa penegasan seperti repetisi biasanya terdapat dalam puisi. Paralelisme dibagi atas majas anafora dan  dan epifora.
4.    Tautology
5.    Simetri
6.    Enumerasio
7.    Klimaks
8.    Antiklimaks
9.    Retorik
10.  Koreksio
11.  Asidento
12.  Polisidento
13.  Eksklamasio
14.  Praeterito
15.  Interupsi
d.      Majas pertentangan. Majas ini ada bermacam-macam yang meliputi  sebagai berikut:
1.    Antitesis
2.    Paradoks
3.    Kontradiksio interminisme

1.5  Metode Penelitian
5.1  Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa analisis deskripsi kualitatif yang artinya data terurai dalam bentuk kata-kata atau gambar-gambar bukan dalam bentuk angka-angka. Metode deskripsi ini menggambarkan data secara kualitatif yaitu kedalam penghayatan terhadap interaksi dalam konsep yang sedang dikaji secara empiris dan menggunakan kata-kata. Penggunaan kutipan dalam cerpen juga diikut sertakan untuk mempermudah deskripsi data (Semi, 1993:24). Lagkah-langkah yang dilakukan penelitian untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Membaca cerpen dengan cermat dan teliti secara berulang – ulang untuk
memahami isi teks dan unsure – unsure pembangun cerita dalam cerpenl.
b. Menafsirkan isi teks sesuai dengan pemahaman penelitian berdasarkan pendekatan dan kerangka teori yang di gunakan.
c. Melakukan pencatatan terhadap aspek – aspek yang akan di teliti.
d. Mendata hal – hal penting cerpen dan mewakili apa yang di teliti kemudian di catat dalam kartu data.
e. Data yang telah terkumpul di dokumentasikan untuk di pergunakan sebagai sumber informasi dalam kerja penelitian
5.2 Teknik
Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan. Data didapat dalam bentuk tulisan, maka harus dibaca, disimak, hal-hal yang penting dicatat, kemudian juga mengumpulkan dan mempelajari sumber tulisan yang dapat dijadikan acuan dalam hubungannya dengan obyek yang akan diteliti.
Hasil pemahaman yang berupa cuplikan-cuplikan dalam cerpen Aku Datang Bersama Lautan yang relevan dan diklasifikasikan sesuai dengan fungsinya. Untuk mengumpulkan data perlu menggunakan tehnik-tehnik yang tepat dengan data yang hendak dicari atau dikumpulkan dalam penulisan.
Adapun tehnik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah non interaktif, yaitu catatan dokumen yang meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mencari sumber data dan mengumpulkan sumber data yang dapat digunakan sebagai pendukung penulisan.
2. Membaca dengan cermat dan teliti terhadap sumber data yang primer dan mencatat yang penting berdasarkan kelompok kelas kata.
3. Mengumpulkan data-data sekunder dari buku-buku referensi dan novel.
4. Merangkai teori dengan catatan sehingga menjadi perangkat yang harmonis yang siap sebagai landasan penulisan.
.


 
BAB  II
PEMBAHASAN
DIKSI DALAM CERPEN AKU DATANG BERSAMA LAUTAN

2.1  Penggunaan Bahasa Arab
Pengguaan bahasa asing yang ada pada cerpen aku datang bersama lautan yakni penggunaan bahasa asing arab. Seorang pengarang mampu menyesuaikan penggunaan bahasa dengan karakteristik seorang tokoh dalam cerpen tersebut. Disesuaikan lagi dengan latarbelakang budaya dan agama yang ada pada seorang pengarang, yakni agama Islam. Sehingga seorang pengarang menggunakan bahsa arab dalam cerpennya. Untuk memperjelas terdapat dalam sebuah kutipan:

”Assalamualaikum”, sapa Tengku. “Waalaikum salam”, jawabku lirih. “Jadi engkau yang bernama malaikat kematian?.”

Dari kutipan tersebut tampak jelas bahwa malaikat diutus untuk mencabut nyawa Tengku. Tapi sebelum nyawanya diambil malaikat sempat menggunakan bahasa arab karena pada dasarnya bahasa arab; bahasanya orang islam.
2.2 Penggunaan Bahasa Daerah
pilihan kata dari kosakata bahasa daerah yang digunakan penamaan tokoh dapat mempertegas tokoh yang berasal dari daerah tertentu atau mempertegas latar tempat. Ini artinya bahwa penggunaan penggunaan kosakata bahasa daerah dapat diggunakan sebagai sarana penokohan dan sarana pelataran. 
Dalam cerpen aku datang bersama lautan dapat ditemukan tentang penggunaan bahasa daerah. Seorang pengarang tentunya sudah mengetahui dengan jelas pengguaan bahasa daerah yang digunakan. Karena seoarang pengarang itu sendiri menyesuaikan tempat terjadinya suatu peristiwa yang terdapat dalam cerpen yang dibuat. Penggunaan bahasa yang terdapat pada cerpen aku datang bersama lautan yakni:

“Cut Nyak, Nyut Nyak, Cut Intan, dan Tengku”.
……Seorang laki-laki yang di panggil Tengku tak mau menatap istrinya lagi. Ia tak kuasa. Ia terus bertasbih mengarah kiblat.
……Nyut Nyak, bertasbih tidak mengenal tempat dan waktu. Lagi pula, dimanakah tempat aman itu? Di tempat aman yang mana engkau maksud istriku?
……Takdir tak pernah membuatku terancam. Takdirlah yang membuat hidup kita menjadi aman, Cut Nyak.”
Dari kutipan tersebut. dapat ditentukan bahawa bahasa daerah yang di gunakan adalah bahasa daerah Aceh. Kerena kata “Cut” merupakn sebuah sebutan bagi perempuan sedangkan “Nyak” itu sendiri merupakan suatu panggilan untuk seorang ibu. Kata “tengku” merupakan sebutan yang identik bagi laki-laki.
      2.3 Pemanfaatan Sinonim
Pemanfaatan sinonim digunakan untuk menyebutkan persona pertama, kedua, dan ketiga. Pemanfaatan sinonim dipilih ketertarikan dengan sifat bahasa yang mengenal adanya tataran, yang dimaksudkan untuk menimbulkan rasa hormat, keakraban, dan menjauhkan.
Sejumlah kata dalam bahasa dapat digunakan secara lugas, akan seorang pengarang lebih condong terhadap objek sasaran. Termasuk dalam cerpen Aku Datng Bersama Lautan seorang pengarang memanfaatkan bentuk sinonim dalam sebuah cerpennya. Pemanfaatan yang di gunakan yakni:
Aku & -ku (persona pertama tunggal)
Seorang pengarang telah memanfaatkan dalam bentuk sinom “Aku dan  -ku persona tunggal” di lihat dari sebuah kutipan aku dan –ku yakni:

“Kemudian aku melayang-layang di tengah hempitan ketakutan mereka dan aku mengintip sepasang lelaki dan perempuan sedang sibuk dengan kalimat-kalimat”.

“Setiap kali aku menjalankan tugas, aku selalu diiringi tangis. Tangisan-tangisan itu sudah biasa aku lihat dan kerap kali memohon agar menunda pekerjaanku, tapi sekali lagi, aku tidak bisa berdamai dengan takdir. Takdir adalah hukum yang yang menjadi pedoman dalam menjalankan tugasku.”

Engkau, -mu, Tengku dan Cut (persona kedua tunggal)
Pemanfaatan sinonim yang dilakaukan oleh pengarang yakni:
“Engkau, -Mu, Tengku dan Cut Persona kedua tungal” dilihat dari sebuah kutipan yakni:

“Tengku”menundukan wajahnya penuh rasa takzim, sementara “Cut” nyak menentang denagan  sorotan matannya yang tajam dan penuh pertanyaan.
“jadi Engkau yang bernama malaikat kematian?”
“Aku ingin membawa “suamimu” ke negeri akhirat”. 
2.4 Pemanfaatan Bentuk Ulang
pemanfaatan dalam bentuk ulang juga dapat ditemukan dalam cerpen Aku Datang Bersama Lautan. Gabungan kata yang berupa pengulangan kata dapat memberikan  efek penyangatan  atau melebih-lebihkan (Pradopo, 1993: 108) hal ini tampak dalam kutipan berikut yakni:
“….seorang lelaki yang di panggil tengku tak mau menatap istrinya lagi. Ia tak kuasa. Ia terus bertasbih mengarah kiblat. Komat-kamit” doa yang dilayangkan kepada Alloh”.

Bentuk perulangan kata “komat-kamit” menggunakan cara perubahan vocal. Perubahan kata tersebut dipilih untuk menekankan untuk suasana mulut yang terus melantunkan doa kepada Alloh. Sama halnya dengan perulangan kata di bawah ini.

“….suara lautan yang samar-samar itu mulai merambat di telingaku”.

Maksud pengarang dalam pemanfaatan kata samar-samar yakni melengkapi suasana suara lautan yang kedatangannya mengeluarkan suara yang belum jelas. Disertai dengan nilai estetik dalam ungkapan seorang pengarang.
2.5 Pemendekan Kata
Pemendekan kata bisa dilakukan dengan cara menghilangkan iimbuhan. Penghilangan imbuhan ini banyak dilakukan pengarang untuk kelancaran ucapan atau menurut Pradopo (1993:101) digunakan untuk memperoleh irama yang menyebabkan liris. Pendapat ini akan cocok jika di terapkan dalam bentuk puisi supaya memperoleh intensitas.
Pemendekan kata dalam cerpen maupun novel seringkali digunakan untuk kelancaran ucapan sehingga cendrung memanfaatkan pada dialog  antar tokoh sehingga terkesan singkat. Akibatnya cerita menjadi lancar.

Pemendekan kata juga di lakukan oleh seorang pengarang dalam cerpenya Aku Datang Bersama Lautan. Tujuan pengarang dalam pemendekan  kata yakni menyesuaikan dengan suasana yang ada pada saat percakapan diantara kedua tokoh.  Pemendekan kata yakni:
Tak : tidak
Punya : mempunyai
Kan ? : bukan ?
Sama-sama : bersama-sama
Kata tersebut dapat dilihat dari kuipan yakni:

….. kita “tak punya” waktu lagi untuk diam.

Kata tidak menjadi tak pada kutipan di atas di maksudkan untuk memperoleh efek bunyi sehingga serasi dengan kata-kata di belakangnya. Dimikian pula dengan kata punya penghilangan imbuhan dalam kata mempunyai menjadi punya justru menghidupkan suasana.

…..tapi aku juga tak mau meniggalkanmu. Jadi, mariah kita sama-sama melangkah pergi.

 Pemendekan kata yang semulanya menggunakan imbuhan yakni bersama-sama menjadi sama-sama tentu akan mampu menghidupkan suasana. Pembicara sedang mendukung benda yang berat sehingga diperlukan kalimat se-pendek mungkin karena beban yang berat membuat pembicara tersengkal. Dan juga apa yang di lakukan oleh seorang pengarang dalam cerpennya tentu memiliki maksud tertentu. Seorang pengarang lebih condong terhadap bagaimana konteks bahasa itu digunakan agar memiliki keindahan tersendiri. 
2.6 Penyimpangan Bentuk Dasar
Penyempingan betuk dasar seringkali bertujuan untuk memenuhi fungsi puitik, yaitu efek estetis. Sebagai mana diungkkapkan oleh jakobson dalam teuw, (1984:76), fungsi puitik memproyeksi prinsip ekuivalensi dari proses seleksi praktis atau pradigmatik ke proses kombinasi ( sintaksis ). Deretan sinonim yang tersedia secara prataksis adalah proses prataksis, yang terkandung unsur ekuivalen dan segi semantik.
Penyimpanngan bahasa jg terjadi pada cerpen Aku Datang Bersama Lautan. Penyimpangan tersebut yakni:
Mencari-cari
Mentri-mentri : menteri-menteri
Nampak : tampak
Dari kata mencari-cari yang semulanya cukup dngan kata mencari, penyimpang tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut:

“……Aku tak mau mereka menangis, aku tak kuasa mendengar mereka merintih mencari-cari kita.”

Penyimpangan kata tersebut merupakan sebuah penyesuaian dengan keadan yang terjadi pada saat itu. Penyimpangan pada kata mentri-mentriyang semulanya yakni menteri-menteri. Penyimpangan tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut:

“…. Apa maksudmu, Tengku ? jadi engkau menunggu seseorang? Siapa? Gubernur? Mentri-mentri? Presiden? Siapa Tengku? Jelaskan kepadaku dengan segera.”

Penyipangan yang dilakukan pengarang merupakan sebuah kebiasaan dalam penyebutan kata tersebut. Sehingga pengarang menjadi terbiasa dalam menggunakan kata mentri-mentri. Disertai juga untuk menghindari rasa kaku dalam penyebutan di dialog tersebut.
Penyimpangan juga terjadi pada kata nampak yang semestinya menggunakan kata tampak. Penyimpangan tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut:
“….. akhirnya Tengku berdiri, kemudian memeluk istrinya dengan lembut dan mencium keningnya berkali-kali. Wajahnya nampak berseri.”

Penyimpangan tersebut digunakan oleh pengarang dengan maksud penyesuaian dengan kata berseri sehingga terdapat suatu nilai estetik dalam kata yang digunakan. Apbila digunakan kata tampak maka penyebutan yang dilakukan oleh tokoh akan terasa berat dalam penybutannya. Pengarang tidak ingin memberatkan penyebutan di masing-masing tokoh.



BAB  III
PENGGUNAAN MAJAS DALAM CERPEN AKU DATANG BERSAMA LAUTAN
3.1 Majas Perbandingan
     Majas perbandingan atau perumpamaan atau smile, ialah bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti: bagai, sebagai, bak, seperti, semisal, seumpama, laksana, sepantun, penaka, se, dan kata-kata pembanding yang lain.
     Perumpamaan atau perbandingan ini dapat di katakan bahasa kiasan yang paling sederhana dan paling banyak dipergunakan dalam sajak pada puisi ataupun makna kiasan dalam cerpen. Adapun majas perbandingan terdapat pada cerpen Aku Datang Bersama Lautan yakni:

ü  Majas personifikasi
Majas personifikasi merupakan kiasan yang mempersamakan benda dengan manusia, benda-benda mati dibuat dapat berbuat, berpikir, dan sebagainya seperti manusia. Personifikasi banyak diginakan sastrawan dalam membuat puisi ataupan sebuah cerpen. Personifikasi juga membuat hidup lukisan, di samping itu memberi kejelasan kejelasan beberan, memberi bayangan angan yang kongkret. Dalam cerpen yang dianalis terdapat sebuah majas personifikasi termuat dalam subuah kalimat. Sebagai bukti diambil dari kutipan:

Sebentar lagi lautan akan datang kembali dan kita akan dimangsa dengan segera”

Kata lautan…… dimangsa merupakan personifikasi. Ini memberikan suatu makana bahwa  lautan yang akan menenggelamkan mereka akan tetapi seorang pengarang menggunakan kata memangsa. Akan tetapi laut  yang melakukan suatu tindak seperti manusia yakni memengsa.

ü  Majas Alegori
Majas alegori untuk menyatakan menyatakan dengan cara lain, melalui penggambaran cerita ataupun lukisan kiasan. Karna pada dasarnya alegori merupakan metafora yang dilanjutkan. majas alegori juga merupakan menjelaskan maksud tanpa secara harafiah. Umumnya alegori merujuk kepada penggunaan retorika, namun alegori tidak harus ditunjukkan melalui bahasa, misalnya alegori dalam lukisan atau pahatan.
Dalam cerpen Aku Datang Bersama Lautan terdapat majas alegori yang diambil sebagai kutipan:

Cucuran air mata mulai menganak sungai di pipinya. Air matanya memang tidak ganas seperti lautan yang marah”, yang mereka lihat sebelumnya, tapi air mata itu telah membuatku lupa akan tugas yang seharusnya kukerjakan.
“Air mata itu telah menenggelamkan niatku untuk mengajaknya ke negeri akhirat”.

Kata “cucuran air mata……menganak sungai” merupakan majas alegori. Ini memberikan kesan seorang ibu yang menangis dan mengeluarkan air mata. Kemudian kata “tidak ganas seperti lautan yang marah” majas alegori. Ini memberikan gambaran tentang air mata yang keluar tidak seganas laut yang mengeluarkan ombak yang begitu besar. Ada juga majas alegori terdapat pada kalimat yang dapat dikutip yakni:

Aku sendiri melihat panah doa itu melesat ke arah langit, namun terbentur sesuatu, dan panah doa itu tak lagi punya sayap, kembali ke tanah, barakhir menjadi abu”.

Dalam kalimat tersebut seorang pengarang mengisah tentang begitu banyak doa-doa yang di lantunkan untuk memohon pertolongan akan tetapi doa yang di lantunkan itu tidak tersampaikan. Karena kemurkaan Yang Maha Kuasa tidak bisa dihentikan.
3.2 Majas penegasan
Majas penegasan merupakan majas yang bertujuan menegaskan dari kejelasan kata yang digunakan dalam sebuah karya sastra. Majas penegasan seringkali di temukan baik dalam bentuk puisi maupun cerpen. Adapun majas penegasan terdapat pada cerpen Aku Datang Bersama Lautan. Diantara majasa repitisi yang dapat di kaji yakni:
ü  Majas repetisi
Majas repetisi Anafora: Majas repetisi menegaskan sesuatu dalam suatu pengulangan yang terdapat pada bagian kata pertama yang dianggap penting sehingga menimbulkan rasa semangat/dorongan. Majas repetisi ini terdapat dalam cerpen Aku Datang Bersama Lautan seperti yang tampak dalam kalimat berikut:

“….Masa depanku akan suram tak berkesuadahan. Masa depanku akan legam seperti malam. Masa dpanku tandas tanpa cintamu”

Majas Repetisi pada kalimat di atas ditunjukan pada kata “masa depanku” yang berulang. Ini memberi kesan kepada tokoh bahwa ia tidak ingin ditinggalkan oleh suaminya, dan ia tidak tau bagaimana nasip masa depannya tanpa suaminya. Selain itu juga majas repetisi “epifora”. Majas yang kata utamanya terletak pada akhir kalimat. Majas epifora  terdapat pada kalimat berikut:

Mari kita pergi dari tempat ini. Suara kematian sudah memburu kita. Deburan keras itu siap memburu kita”. Deburan keras itu siap mengancam jiwa kita.

Majas repetisi di tunjukan pada kata “memburu kita”. dari kata tersebut mengandung sebuah makana yakni lautan yang begitu besar akan segera menengglamkan mereka. Dan pada saat itu kematian sudah dekat dan menghantui mereka. Ada pun majas repetisi “epipora” terdapat juga pada kalimat berikut:

“Lautan terlalu gagah untuk dikalahkan. Lautan terlampau bengis untuk ditaklukan”

Majasa repetisi terdapat pada kata “Ditaklukan” dari kata tersebut terdapat sebuah makna laut yang ombaknya begitu besar sulit untuk di kalahkan kalau tidak segera di hindari. Dengan demikian majas repetisi merupakan majas yang berfungsi pengulangan kata untuk mempertegas suatu makna yang terdapat pada suatu kata.
BAB  IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Kejelian pengarang dalam memanfaatkan diksi dan beberapa bentuk gaya bahasa membuat cerita pendek ini wajar dan hidup. Ketepatan pilihan itu juga menimbulkan rasa akrab antara pembaca dengan tokoh, seolah-olah pembaca berada di tengah-tengah mereka dan mengalami semua peristiwa yang dialami oleh tokoh-tokoh dalam cerita.
Pada analisis kajian stilistika yang ada dalam cerpen Aku Datang Bersama Lautan terdapat sebuah kajian dari unsur gaya bahsa dan kajian diksi. Dari semua kajian tersebut dari unsur gaya bahasa terdapat sebuah Majas Perbandingan dan majas penegasan. Majas perbandingan yang terdapat dalam cerpen Aku Datang Bersama Lautan diantaranya Majas Personifikasi dan majas alegori. Kemudian dalam majas penegasan yakni majas repitisi.
Selain dari gaya bahasa terdapat juga kajian diksi atau pilihan kata yang digunakan diantara terdapat penggunaan bahasa arab, bahasa daerah, pemanfaatan sinonim, pemanfaatan bentuk ulang, pemendekan kata, dan penyimpangan bentuk dasar.
2. Saran
Dari beberapa penjelasan dan isi makalah sederhana ini yang membahas tentang analisis kajian stilistika yang terdapat pada cerpen Aku datang Bersama Lauatan tidak terlepas dari rangkaian kalimat dan ejaan penulisnya. Saya menyadari bahwa masih jauh dari kesempurnaan seperti yang diiharapkan oleh pembaca dan pada khususnya dosen pengampu mata kuiah ini. Oleh karena itu saya selaku penyusun mengharapkan kepada para pembaca atau mahasiswa serta dosen pengampu kritik dan saran yang bersifat konstruktif dalam terselesainya makalah selanjutnya.




DAFTAR PUSTAKA
Venayaksa, Firman. 2005. Aku Datang Bersama Lautan. Tanah Air

Surachmad, Winarno. 1985. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung : Angkasa.
Pradopo, Rachmat Djoko. 1993. “Stilistika. Makalah Penataran Sastra di Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Nurgiyantoro, Burhan. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Teguh, Suprianto. 2009. Penelitian Stilistika Dalam Prosa. Pusat Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional.



DAFTAR LAMAN

SAMPUL
KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI..................................................................................................... ii
BAB I PENGANTAR........................................................................................ 1-12
BAB II PEMBAHASAN DIKSI......................................................................... 14-18
BAB III PEMBAHASAN MAJAS..................................................................... 20-21
BAB IV PENUTUP........................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 24
DAFTAR LAMAN............................................................................................. 25
SINOPSIS CERPEN AKU DATANG BERSAMA LAUTAN........................... 26










SINOPSIS CERPEN AKU DATANG BERSAMA LAUTAN KARYA FIRMAN VENAYAKSA
Sebuah keluarga yang sedang dilanda musibah dan nyawa yang terancam oleh besarnya ombak yang kita kenal dengan sebutan Tsunami yang terjadi di daerah Aceh. Ombak besar itu yang akan menenggelamkan keluarganya. Seorang istri yang bernama Cut Nyak yang tekatnya begitu besar untuk tetap hidup bersama suami dan anak-anaknya. Akan tetapi Tengku selaku suaminya malah sebaliknya. Ia hanya pasrah dengan keadaan yang akan menimpanya. Berbagai macam cara yang dilakukan Cut Nyak untuk membujuk Tengku agar segera pergi menyelamatkan diri ke-tenda pengungsian, akan tapi semua usahanya sia-sia. Tengku malah terus bertasbih dan berzikir kepada  Alloh SWT. Hingga datang malaikat maut bersama lautan dengan ombaknya yang begitu besar.
Cut Nya yang tidak mau kehilangan suami tercintanya malah tidak mau menerima takdir, seakan-akan mau memberontak kepada malaikat maut agar tidak membawa suami tercintanya ke negeri akhirat. Tapi malaikat maut tidak bisa menerima tawaran apapun karna Ia tidak bisa berdamai dengan takdir. Dan mencabut nyawa itu adalah tugas yang harus di laksanakan.
Sampai tiba saatnya, akhirnya Tengku yang pasrah dengan takdir pergi dengan malaikat maut melalui perantara lautan yang mengeluarkan ombak yang begitu besar dan menengelamkan Tengku. Cut Nyak yang kini bersama anak-anaknya selamat ke tempat pengungsian. Hari-hari yang kini dijalani bersama anak-anaknya tanpa adanya Tengku selaku suami tercinta disisinya.